Cagar Alam – Pengertian, Sejarah, Tujuan, Manfaat & Daftar Di Indonesia
Cagar Alam – Indonesia memang dikenal mempunyai kekayaan dan keindahan alam yang hebat. Mungkin, beberapa di antara kita sering dibuat resah dengan beberapa ungkapan yang terdengar sama, mirip ekowisata, cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional. Ketiganya sama-sama berlatar belakang konservasi alam, tetapi apa bedanya?
Ekowisata mampu dipahami sebagai kegiatan rekreasi dengan tetap bertanggungjawab kepada alam, artinya kita tetap harus menjaga apa yang telah ada, tidak mengambil atau menghancurkan yang ada padanya.
Sedangkan taman nasional dan suaka margasatwa bekerjsama nyaris sama dengan cagar alam. Bedanya, kawasan taman nasional suaka margasatwa masih boleh dikunjungi, sedangkan untuk mendatangi cagar alam membutuhkan izin berkunjung khusus dari pengelola kawasan setempat.
Pengertian Cagar Alam
Cagar alam adalah sebuah tempat suaka alam yang terdiri dari tumbuhan dan fauna yang khas, serta ekosistem tertentu yang membutuhkan upaya bantuan dan berkembang secara alami.
Menurut UU No. 5 tahun 1999 wacana Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, cagar alam yaitu daerah suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan satwa, tumbuhan dan ekosistem atau berbentukekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berjalan secara alami.
Perlindungan terhadap ekosistem yang khas inilah yang kemudian menjadikan cagar alam tidak dibuka untuk pariwisata, tetapi hanya boleh dikunjungi untuk mereka yang berniat melakukan observasi dan menambah ilmu pengetahuan.
Untuk berkunjung ke tempat ini, hadirin diwajibkan menenteng surat izin masuk tempat konservasi (SIMAKSI) yang dikeluarkan oleh Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) lokal.
Cagar alam menempati posisi berikut dalam penjabaran hutan di Indonesia:
- Kawasan Hutan Produksi
- Hutan Produksi Terbatas (HPT)
- Hutan Produksi Tetap (HP)
- Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK)
- Kawasan Hutan Lindung
- Kawasan Hutan Konservasi
- Kawasan Suaka Alam
- Cagar Alam (CA)
- Suaka Margasatwa (SM)
- Kawasan Hutan Pelestarian Alam (KPA)
- Taman Nasional (TN)
- Taman Wisata Alam (TWA)
- Taman Hutan Raya (Tahura)
- Taman Buru
- Kawasan Suaka Alam
Kategori Cagar Alam Indonesia
Cagar alam Indonesia dibagi dalam 3 klasifikasi: cagar alam daratan, baik tanah maupun perairan darat; cagar alam bahari, dan cagar alam biosfer.
Sampai dengan tahun 2008, telah tercatat 237 lokasi cagar alam yang ada di Indonesia dengan luas keseluruhan mencapai 4.730.704,04 hektar, yang tersebar di aneka macam wilayah di Indonesia.
Kriteria / Syarat Cagar Alam di Indonesia
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memutuskan suatu daerah sebagai cagar alam. Kriteria tersebut meliputi:
- Keadaan alamnya masih alami dan belum terganggu, baik aneka tumbuhan maupun satwa liar yang hidup di wilayah tersebut.
- Memiliki luas dan bentuk lokasi yang dapat menunjang pengelolaan lokasi secara efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami.
- Ekosistem yang ada padanya berisikan beragam jenis tumbuhan dan fauna liar yang keberadaannya langka atau terancam punah.
- Memiliki deretan biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya.
- Memiliki ciri khas dan mampu dijadikan teladan ekosistem yang keberadaannya membutuhkan upaya konservasi.
Tujuan dan Manfaat Cagar Alam
Melihat dari standar di atas, secara sederhana cagar alam ditetapkan dengan tujuan untuk melindungi ekosistem yang ada di daerah tersebut, mencegahnya dari bahaya kepunahan, serta melestarikan apa yang ada dalam daerah tersebut.
Sedangkan manfaat penetapan cagar alam adalah sebagai berikut:
- Menjadi tempat berlindung bagi tanaman dan fauna dari bahaya kepunahan
- Menjaga ekosistem tetap seperti pada keadaan semula
- Memberikan pengaturan kepada tatanan air
- Sebagai kawasan observasi dan sumber ilmu pengetahuan
- Menjaga kesuburan tanah
- Menjaga mutu udara
- Menjaga manajemen cadangan air tanah dalam tempat hutan
- dan sebagainya
Sejarah Cagar Alam
Terbentuknya cagar alam di Indonesia mempunyai sejarah panjang berkaitan dengan pengelolaan daerah hutan di Indonesia.
Fase pembangunan cagar alam mampu dibagi menjadi 3 periode waktu, yaitu pada masa sebelum pemerintahan Belanda, ketika masa penjajahan Belanda dan kala sesudah kemerdekaan Republik Indonesia.
1. Sebelum Penjajahan
Pada era ini, masyarakat masih memegang teguh prinsip hidup berdampingan dengan alam. Hal ini terbukti dengan keharmonisan hidup dan perilaku baik terhadap sesama makhluk hidup, tergolong terhadap pepohonan dan hewan yang tidak secara terus menerus di eksploitasi.
Kepercayaan penduduk pada kala kerajaan terhadap kekuatan alam masih sungguh berpengaruh, sehingga hutan terkadang dianggap mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dijaga.
2. Pemerintahan Belanda
Ketika era penjajahan Belanda, lahan-lahan milik raja banyak yang beralih hak milik tanah kepada VOC. Selanjutnya, pemerintahan Belanda juga mulai menerapkan tatanan, tata cara, serta hukum tentang pengelolaan tempat hutan.
Aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah Belanda memperlihatkan batas-batas terhadap penduduk pribumi, namun sebaliknya menunjukkan keleluasan terhadap etnis tertentu yang sejalan dengan kepentingan Belanda.
Pada masa ini, faedah hutan telah beralih untuk menyanggupi kepentingan ekonomi yang strategis serta menekan hak penduduk adat akan pengelolaan daerah hutan.
Berlanjut pada abad pemerintahan Jepang, sebagian besar hukum warisan Belanda tetap berlaku. Hal ini mengakibatkan Jepang menguasai seluruh keragaman hayati yang ada di alam Indonesia.
3. Masa Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia mengenal 3 zaman pemerintahan, ialah order usang, orde baru dan kala reformasi.
Pemerintahan orde lama masih sibuk menata hal-hal lain dan tidak menelurkan undang-undang berhubungan dengan kehutanan. Barulah pada era order baru, terbit UU No. 5 Tahun 1967 perihal Ketentuan Pokok Kehutanan di Indonesia.
Setelah berakhirnya kala Soeharto dan digantikan dengan kurun reformasi, pengelolaan dan pembangunan hutan selaku kawasan konservasi mulai dijalankan. Pemerintah memperlihatkan peluang lebih luas kepada penduduk untuk mengelola wilayah hutan, tergolong cagar alam setempat.
Pengelolaan Cagar Alam
Dalam mengelola cagar alam, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yaitu ornamen negara sebagai perpanjangan pemerintah.
BKSDA merupakan unit pelasaksana teknis yang berada dibawaj komando Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Selain bertanggungjawab terhadap ruang lingkup cagar alam, BKSDA juga bertanggungjawab atas pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan konservasi, suaka margasatwa serta taman nasional di Indonesia.
Secara garis besar, tugas BKSDA yaitu mengawasai peredaran, pertumbuhan dan kemajuan flora dan fauna, serta mengawasi upaya penangkaran dan pemeliharaan flora dan fauna yang dilindungi, baik oleh langsung, perusahaan, dan lembaga konservasi.
10 Cagar Alam di Indonesia
Indonesia mempunyai setidaknya 10 cagar alam yang melindungi keragaman hayati khas di masing-masing wilayah, ialah:
- CA Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur
- CA Leuweung Sancang, Cibalong, Jawa Barat
- CA Teluk Baron, Yogyakarta
- CA Waigeo Barat, Raja Ampat, Papua Barat
- CA Karang Bolong, Nusakambangan, Jawa Tengah
- CA Telaga Patenggang, Jawa Barat
- CA Maninjau, Agam, Sumatera Barat
- CA Cibodas Gunung Gede, Cianjur, Jawa Barat
- CA Anak Krakatau, Selat Sunda, Lampung
- CA Gunung Leuser, Nanggroe Aceh Darussalam
Cara Masuk ke Kawasan Cagar Alam
Seperti yang telah disampaikan, cagar alam tidak dapat dikunjungi secara bebas, sebab untuk dapat masuk ke dalamnya diperlukan ijin dari BKSDA.
Prosedur dan syarat utama yang harus dimiliki yakni Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI). Untuk mendapatkan surat ini, kita dapat mendatangai Balai Konservasi Sumber Daya Alam terdekat dan menjelaskan apa kepentingan kita.
Secara lebih lengkap, sistem dan perijinan memasuki kawasan hutan konservasi terlah dikelola dalam Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : P.7/IV-SET/2011 sebagai berikut.
1. Jenis Kegiatan
Izin masuk tempat cagar alam diberikan kalau acara yang mau dijalankan berkaitan dengan:
- Penelitian dan pengembangan
- Ilmu wawasan dan pendidikan
- Pembuatan film komersial
- Pembuatan film non komersial
- Pembuatan film dokumenter
- Ekspedisi
- Jurnalistik
2. Syarat WNI & WNA
Bagi pemohon WNI (Warga Negara Indonesia) dan WNA (Warga Negara Asing), masing-masing memiliki kriteria berlainan, adalah:
- Bagi WNI
- Proposal acara
- Fotokopi tanda pengenal
- Surat pernyataan wacana kemampuan mematuhi peraturan perundangan
- Surat anjuran dari Mitra Kerja
- Apabila untuk acara pengerjaan film dan ekspedisi, syarat sama dengan poin a-d dibarengi sinopsis, daftar alat, dan daftar anggota tim
- Apabila untuk aktivitas jurnalistik, syarat sama dengan poin a-d dibarengi dengan kartu pers dari forum berwenang.
- Bagi WNA
- Surat keterangan jalan dari Kepolisian
- Proposal kegiatan
- Fotokopi paspor
- Surat pernyataan tentang kesanggupan mematuhi ketentuan perundangan
- Surat izin observasi dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi
- Surat pemberitahuan penelitian dari Kementerian Dalam Negeri
- Surat nasehat dari kawan kerja;
Jika untuk aktivitas ilmu pengetahuan dan pendidikan, syaratnya sama dengan poin a-d. Ditambah Surat Rekomendasi dari Mitra Kerja - Apabila untuk kegiatan pengerjaan film baik komersial, non-komersial, maupun dokumenter, syarat sama dengan poin a-d. Ditambah Surat Izin Produksi pembuatan film di Indonesia dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sinopsis, daftar peralatan, dan daftar anggota tim.
- Apabila untuk aktivitas ekspedisi, syarat sama dengan poin a-d. Ditambah surat jalan dari kepolisian, proposal kegiatan, fotokopi paspor, dan surat pernyataan kesanggupan mematuhi peraturan perundangan.
- Apabila untuk kegiatan jurnalistik, syarat sama dengan poin a-d, poin k, dan ditambah kartu pers dari forum yang berwenang.
3. Masa Berlaku
Pengajuan izin memasuki kawasan konservasi dan abad berlaku acara yakni selaku berikut:
- Bila segala persyaratan sudah lengkap, maksimal 3 hari dari berkas permohonan diterima, Simaksi akan diterbitkan.
- Bila kriteria belum lengkap, optimal 3 hari berkas permintaan akan dikembalikan untuk segera dilengkapi.
- Masa berlaku Simaksi dan perpanjangan untuk aktivitas Penelitian dan Pengembangan, paling usang 3 bulan.
- Masa berlaku Simaksi dan perpanjangan untuk acara Pengetahuan dan Pendidikan, paling usang 1 bulan.
- Masa berlaku Simaksi dan perpanjangan untuk aktivitas pengerjaan film, paling lama 14 hari.
- Masa berlaku Simaksi dan perpanjangan untuk aktivitas ekspedisi dan jurnalistik, paling usang 10 hari.
Larangan Mengunjungi Cagar Alam
Kunjungan dan kegiatan yang tidak boleh di kawasan konservasi sudah dikontrol dalam Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : P.7/IV-SET/2011.
Di dalamnya terdapat larangan utama perihal tidak diperbolehkannya memasuki tempat konservasi tanpa mengantongi SIMAKSI. Selain itu, dalam peraturan tersebut juga terdapat larangan-larangan lain yang dibentuk demi lestarinya daerah konservasi hutan.
Comments
Post a Comment